Sabtu, 19 Oktober 2013

Dhaup Ageng

Kemarin, tepatnya tanggal 18 oktober 2013 tanpa ada rencana sama sekali nyasar (gak juga sih) ke XXI. Awalnya, pingin datang ke warung barunya temen tapi pas di lokasi bertemu dengan teman-teman lainya. Ternyata, habis makan mie temen-temen lain mau nonton film. Aku pikir film-film biasa, eh ternyta film “Dhaup Ageng”. Sebuah film dokumenter “Royal Wedding” ala Keraton Yogyakarta dimana menjadi tolak ukur, kiblat, pernikahan dengan adat jawa. Film tersebut menampilkan pernikahan agung GKR Bendara dengan KPH Yudhanegara pada 18 oktober 2011.


Kesan pertama melihat film tersebut sangat terasa benar unsur-unsur budaya jawa. Mulai dari persiapan pernikahan hingga pada hari H. Semua orang dengan telaten menyiapkan segala keperluan dan yang pasti masing-masing menggunakan pakaian khas yang sangat beragam. Ada yang baju seperti prajurit, memakai blangkon, kebaya, dsb. Apalagi sang mempelai pria dan wanita terlihat sangat serasi. Ganteng dan cantik, di padu dengan menggunakan berbagai pakaian adat jawa serta tata rias yang asli (pakem). Paling menghebohkan, seluruh masyarakat Jogja maupun lain daerah datang langsung buat menyaksikan perayaan tsb. Sehingga, Jogja terlihat dibanjiri oleh lauatan manusia.

Tapi, point terpentinya yakni kita harus tahu filosofi dibalik setiap rangkaian ritual pernikahan. Misalnya ada peningsetan, siraman, midodareni, dulangan, sungkeman, dan masih banyak lagi.

Peningsetan : mewujudkan dua kesatuan yang ditandai dengan tukar cincin antara kedua calon pengantin. Siraman : air dari tujuh sumber mata air yang ditaburi Bungan setaman lalu oleh kedua orangtua dan bebrapa wakilnya disiramkan kepada sang pengantin. Terakhir disiram air kendi oleh bapak/ibu sambil berkata niat ingsun ora mecah kendi, nanging mecah pamore anakku wadon. Midodareni : malam melepas lajang oleh kedua calon pengantin yang dilakukan dirumah pengantin perempuan. Dimana pengantin pria dipastikan akan hadir dalam akad nikah dan sebagai bukti keluarga calon pengantin perempuan benar-benar siap melakukan prosesi pernikahan esok harinya. Dulangan : pengantin putra dan putri saling menyuapi. Mengandung kiasan laku memadu kasih diantara keduanya. Sungkeman : ungkapan bakti kepada orangtua, serta mohon do’a restu.

Sayangnya dalam film ini pun tidak di tayangkan semua tahap demi tahap dari awal sampai akhir proses pernikahannya. Hanya ditampillkan ritual-ritual yang pakem saja. Dan paling disayangkan gak diputerin lagu Kebogiro yang bikin merinding tiap orang. Plus durasinya kurang panjang!!

Finally, it’s great to know own culture. Satu lagi, jadi pingin tahu lebih dalam segala budaya yang ada di negeri ini :)