Kamis, 22 Agustus 2013

Tes Keprawanan

      Beberapa hari ini, lagi-lagi para pemerintah khususnya Pemda Prabumulih, Sumsel melempar isu yang cukup menyita perhatian publik. Isu tersebut yakni Tes Keprawanan bagi siswa SMA. Menurut beberapa berita yang beredar, rencana tersebut akibat sebuah complain dari wali murid SMA yang mengeluh anaknya tidak perawan dan ada beberapa video remaja SMA yang bermesraan di jalanan. Berangkat dari itu usulan Tes Keprawanan tersebut dibuat. Padahal untuk melakukan tes itu dibutuhkan biaya yang cukup tinggi per orang. Apalagi untuk beratus-ratus orang (siswa), berapa biayanya??

     Disini saya menjadi bingung dan bertanya-tanya kenapa penyelesaian masalah yang notabenya berhubungan dengan moral siswa harus dilakukan dengan cara tersebut. Bila dilihat dampaknya jika peraturan itu terlaksana bisa saja :

Pertama, ketika seorang siswi dinyatakan tidak perawan dan tidak dapat mengenyam pendidikan bukankah akan melanggar hak asasi dari siswi tersebut yakni hak memperoleh pendidikan. Seperti yang tertuang dalam undang-undang dasar, setiap warga Negara berhak memperoleh pendidikan yang layak.

Kedua, peraturan tersebut kurang fair. Kenapa hanya siswa perempuan yang melakukan tes, seharusnya siswa laki-laki juga melakukan tes keperjakaan misalnya. Salah satu pernyataan narasumber di TV (lupa namanya) bahwa dari beberapa survey menunjukan siswa laki-laki mendominasi lebih banyak mengkonsumsi hal-hal yang berbau negatif tersebut.

Ketiga, bagaimana perasaan orang tua maupun diri siswi itu sendiri ketika dinyatakan tidak perawan. Bagiamana tanggapan lingkungan sekitar mengenai hal tersebut yang mana secara tidak langsung mengganggu aspek psikologis yang bersangkutan.

     Disini saya bukanya setuju atau mendukung hal-hal negatif berkembang di masyarakat  atau para siswa. Melainkan menurut saya, penyelesaian dengan cara tersebut kurang tepat untuk menyelesaiakan masalah dari akarnya. Sekolah memang wajib mendidik para siswanya untuk memiliki akhlak dan moral yang baik, misalnya melalui pendidikan agama.

      Namun, tanggungjawab tersebut tidak hanya dilakukan oleh pihak sekolah saja. Keluarga juga mempunyai peran yang paling penting untuk mendidik perkembangan sang anak. Sesibuk apapun, orangtua wajib memantau dan mengetahui apa saja yang dilakukan sang anak. Bukan berarti anak tidak mempunyai privasi tetapi untuk mencegah hal-hal buruk terjadi. Mengingat usia remaja tergolong masih labil. Selain itu, masyarakat sekitar juga harus berperan dalam mencegah ataupun memperingati jika terdapat remaja (siswa) yang melakukan hal-hal yang tidak diinginkan. 

Ada status teman yang bikin ngakak juga nih : "Amerika udah sampe Mars, endonesa masih berkutat di selakangan :v" :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar